SUMBER AJARAN
ISLAM
Dasar Penggunaan Sumber Agama Islam didasarkan
Ayat Al-qur‟an Surat An-Nisa (5) : 59 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah rasulmu. Dan ulil amri
diantara kamu. Jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Qur‟an) dan rasul (sunah). Jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian lebih baik bagimu dan lebih
baik akibatnya.” (Qs,an-Nisa,4:59).
Al Qur’an
Secara etimologis, kata Al Qur‟an
berasal dari bahasa Arab al-qur’an yang berarti
bacaan.
Menurut istilah, Al Qur‟an = sebagai
kalam Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan
menggunakan bahasa arab sebagai
hijjah (bukti) atas kerasulan Nabi
Muhammad SAW dan sebagai pedoman hidup bagi
manusia serta sebagai media dalam mendekatkan
diri kepada Allah SWT dengan
membacanya.Next..
Menurut al Syaukani (dalam Amir
Syarifuddin, 1997, I: 47), Al Qur‟an yaitu kalam Allah yang
diturunkan melalui Nabi SAW, tertulis
dalam mushhaf, dan dinukilkan secara mutawatir.
menurut Ibnu Subki (dalam Amir
Syarifuddin, 1997, I: 47), Al Qur‟an
adalah lafazh yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung
mukjizat pada setiap suratnya,
yang dinilai ibadah membacanya.
Unsur-unsur pokok yang menjelaskan hakikatAl
Qur‟an
Merupakan kalam Allah yang berbentuk
lafazh (sekaligus makna)
Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Menggunakan bahasa Arab.
Mengandung mu‟jizat pada setiap ayat
dan
suratnya.
Tertulis dalam mushhaf.
Membaca Al Qur‟an bernilai ibadah.
Ayat-ayat Al Qur‟an dinukil secara
mutawatir
(tidak diragukan keautentikannya).
Cara-cara Al Qur’an Diwahyukan
Allah berkomunikasi dengan manusia, termasuk
para nabi dan rasul dengan tiga
cara, yaitu bisikan ke dalam hati
(wahyu), dari balik tabir, dan utusan
yang diberi
wewenang oleh Allah untuk penyampaikan
pesan ketuhanan kepada orang yang
dikehendaki-Nya.Cara Nabi Muhammad
dalam menerima wahyu
Malaikat memasukkan wahyu dalam hati
Nabi.
Malaikat menampakkan dirinya kepada
Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan
kata-kata kepada Nabi sehingga Nabi mengetahui
dan hafal benar kata-kata itu.
Wahyu datang kepada Nabi seperti gemerincing
lonceng. Cara ini paling berat
dirasakan oleh Nabi.
Malaikat menampakkan dirinya dalam
wujud aslinya.
Pembagian Ayat-ayat Al Qur’an
1. Periode ketika Nabi masih berada di
Makah.
Ayat Al Qur‟an yang turun disebut
ayat Makiyyah.
Ciri : surahnya pendek-pendek,
didahului dengan kata ya ayyuhannas, berisi masalah keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat
terdahulu, dan budi pekerti.
2. Periode ketika Nabi sudah hujrah ke
Madinnah.
Ayat Al Qur‟an yang turun disebut
ayat Madaniyah.
Ciri : surahnya panjang-panjang,
didahului dengan ya ayyuhalladzina amanu, berisi tentang hukumhukum syariat.
Isi Al Qur’an
Prinsip-prinsip aqidah, syariah, dan
akhlak.
Janji-janji dan ancamanAllah.
Kisah-kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
Hal-hal yang akan terjadi di masa
datang.
Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
Sunatullah atau hukum Allah yang mengikat
pada keseluruhan ciptaan-Nya.
Fungsi Al Qur’an
Hudan yaitu petunjuk bagi umat
manusia.
Rahmat artinya kasih sayang Allah
kepada umat manusia.
Bayyinah yaitu bukti penjelasan
tentang suatu kebenaran.
Furqan yaitu sebagai pembeda antara
yang hak dan batil, benar dan salah,
halal dan haram, indah dan jelek, serta yang dilarang dan yang diperintahkan.
Mau‟izhah atau pelajaran bagi
manusia.
Syifa‟ artinya obat untuk penyakit
hati.Next…
Tibyan yaitu sebagai penjelasan
terhadap segala
sesuatu yang disampaikan Allah.
Busyra yaitu sebagai kabar gembira
bagi orangorang yang berbuat baik.
Tafshil yaitu memberikan penjelasan
secara rinci
sehingga dapat dilaksanakan sesuai
dengan yang
dikehendaki oleh Allah.
Hakim yaitu sumber kebijaksanaan.
Mushaddiq yaitu membenarkan isi
kitab-kitab yang
datang sebelumnya.
Muhaimin yaitu batu ujian (penguji)
bagi kitabkitab sebelumnya.
Kedudukan Al-Quran
• Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam,baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia dengan Allah SWT,hubungan manusia dengan sesamanya,dan hubungan manusia dengan alam.
• Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam,baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia dengan Allah SWT,hubungan manusia dengan sesamanya,dan hubungan manusia dengan alam.
Pengertian Al Sunnah / Al Hadis
Etimologis : kata sunah berasal dari
kata berbahasa arab sunnah yang berarti cara, adat istiadat (kebiasaan), dan
perjalanan hidup (sirah) yang tidak dibeda-bedakan antara yang baik dan yang
buruk
Terminologi : Menurut ahli hadis,
sunnah berarti sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW yang berupa
perkataan, perbuatan, penetapan, sifat,
dan perjalanan hidup beliau baik pada waktu sebelum diutus menjadi Nabi maupun
sesudahnya.
Bagian-bagian Al Sunnah / Al Hadis
Rawi : orang yang menyampaikan atau menuliskan
dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
(gurunya).
Matan : materi atau isi dari suatu
hadis.
Sanad : jalan yang dapat
menghubungkan matan hadis kepada Nabi SAW.
Klasifikasi Al Sunnah / Al Hadis Berdasarkan
aspek bentuk :
Sunnah qauliyah : ucapan Nabi yang
didengar oleh para sahabat dan disampaikan kepada orang lain.
Sunnah fi‟liyah : perbuatan Nabi
yang dilihat para sahabat dan disampaikan kepada orang
lain dengan ucapan mereka.
Sunnah taqririyah : perbuatan
sahabat atau ucapannya yang dilakukan di depan Nabi yang dibiarkan begitu saja
oleh Nabi tanpa dilarang atau disuruh.Berdasarkan jumlah sanad atau perawi yang
terlibat dalam periwayatannya
Sunnah mutawatir : sunnah yang disampaikan secara berkesinambungan yang diriwayatkan
oleh sejumlah besar perawi yang menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat
untuk berdusta
Sunnah masyhur : sunnah yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat yang tidak mencapai batasan mutawatir danmenjadi mutawatir
pada generasi setelahsahabat
. Sunnah ahad : sunnah yang diriwayatkan oleh seorang perawi,
dua orang perawi atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan sunnah mutawatir.
Berdasarkan aspek kualitasnya (diterima/ditolak)
Sunnah shahih
Syaratnya :
◦ Sanadnya bersambung
◦ Diriwayatkan oleh perawi yang adil
◦ Perawinya kuat hafalannya
◦ Hadisnya tidak janggal
◦ Hadisnya terhindar dari cacat.
Sunnah hasan: sunnah yang memiliki
semua persyaratan sunnah shahih kecuali para
perawinya, seluruhnya atau sebagiannya
kurang hafalannya.
Sunnah dla‟i: sunnah yang tidak
memiliki sifat-sifat untuk dapat diterima atau sunnah
yang tidak memiliki sifat sunnah
shahih dan hasan
Fungsi Al Sunnah / Al Hadis
Menetapkan dan menguatkan
hukum-hukumyang sudah ditetapkan oleh Al Qur‟an
Merinci dan menafsirkan ayat al
Qur‟an yang masih global (bayan tafshil), membatasi atat
Al Qur‟an yang masih muthlaq/umum
(bayantaqyid), dan mengkhususkan ayat Al Qur‟an
yang masih umum (bayan takhshish).
Menetapkan hukum yang belum
ditetapkan oleh Al Qur‟an
Kedudukan Al Hadis
Para ulama Islam
berpendapat bahwa hadis menempati kedudukan pada tingkat kedua sebagai sumber
hukum Islam setelah Al-Qur’an.Mereka beralasan kepada dalil-dalil Al-Qur’an
surah Ali-’Imran,3:132,surah Al-Ahzab,33:36 dan Al-Hasyr,59:7,serta hadis
riwayat Turmuzi dan Abu Daud yang berisi dialog antara Rasulullah SAW dengan
sahabatnya Mu’az bin Jabal tentang sumber hukum Islam.
Pengertian Ijtihad
Etimologis : kata ijthad itu berasal
dari bahasa Arab yang artinya
penumpahan segala upaya dan kemampuan.
terminologis: ulama ushul
mendefinisikan ijtihad sebagai
mencurahkan kesanggupan dalam hukum syara‟ yang bersifat amaliyah. Orang yang melakukan
ijtihad disebut mujtahid.Dasar Penggunaan Ijtihad
Dasar hukum dibolehkannya ijtihad
adalah al-Qur‟an, sunnah, dan logika.
Dasarnya Q.S. an-Nisa‟ (5): 59 yang
berisi perintah untuk taat kepada Allah (dengan al-Qur‟an sebagai sumber hukum),
taat kepada Rasul-Nya (dengan Sunnah sebagai pedoman), dan taat kepada ulul
amri, serta perintah untuk mengembalikan hal-hal yang dipertikaikan kepada
Allah(al-Qur‟an) dan Rasul-Nya (Sunnah).
Kedudukan Ijtihad
Ijtihad menempati
kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadis.Dalilnya
adalah Al-Qur’an dan Hadis.Allah SWT berfirman:Artinya:”Dan dari mana saja kamu
keluar maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram dan di mana saja kamu
(sekalian) berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya.”(Q.S.Al-Baqarah,2:150)
Persyaratan Melakukan Ijtihad
Menguasai “ilmu alat”
Menguasai al-Qur‟an yang merupakan sumber
pokok hukum Islam
Menguasai Sunnah atau hadis Nabi
sebagai sumber hukum Islam kedua
Mengetahui ijma‟ ulama
Mengetahui qiyas
Mengetahui maqasyid al-syari‟ah
Mengetahui ushul fiqih
Mengetahui ilmu pengetahuan dan
teknologiLapangan Ijtihad
Masalah yang ditunjukkan oleh nash
yang zhanniy (tidak pasti), baik dari segi keberadaannya (wurud) maupun dari
segi menunjukkan terhadap hukum (dalalah).
Masalah baru yang belum ditegaskan hukumnya
oleh nash.
Masalah baru yang belum di-ijma‟kan.
Masalah yang diketahui illat
hukumnya, seperti muamalah.Metode-Metode Ijtihad
Ijma’
Qiyas
Istihsan
Mashlahah mursalah
Istishhab
Madzhab shahabi
Syar’u man qablana
Saddu al-dzari’ah
Alquran dan Hadis sebagai Sumber Hukum
Islam
Walaupun Alquran dan
Hadis merupakan sumber dari segala sumber ajaran Islam, namun ajaran-ajaran
yang terdapat dalam kedua sumber tersebut tidak dapat pula dipahami dengan
baik, apabila tidak adanya ijtihad para pakar di bidang ini untuk mengemukakan
maksud dari ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alquran dan Hadis. Hal ini dipandang penting agar para
penstudi dan masyarakat muslim tidak salah memahami
Alquran dan hadis. Oleh karena kita pun harus mengetahui dan mengenal sumber hukum Islam ini.
Dalam ilmu ushul fikih, ada istilah yang biasa
kita sebut “sumber”, “dalil” dan “metode”. Ketiga istilah sering digunakan
secara tumpang tindih yang akhirnya menimbulkan pengertian yang rancu. Oleh
karena itu pula, sebelum menguraikan tentang Alquran dan hadis, maka yang
diuraikan terlebih dahulu adalah mengenai sumber, dalil dan metode.
A. Pengertian Sumber, Metode dan Dalil
Kata sumber dalam bahasa arabnya
adalah (مصدر), dengan jamaknya: (مصادر). Kata sumber atau mashdar dapat
diartikan sebagai suatu wadah yang dari wadah itu dapat ditemukan atau ditimba
norma hukum. [1] Dari pengertian ini dapat dipahami
bahwa sumber atau mashdar adalah suatu tempat yang dari segala sesuatu ini
digali atau diambil. Berdasarkan hal ini, maka yang paling tepat untuk
dikatakan sebagai sumber adalah Alquran dan Hadis. Selain dari keduanya, tidak
dapat disebut sebagai sumber, karena hanya dari Alquran dan Hadis lah
ditemukannya segala norma yang kemudian hanya dari keduanya lah segala sesuatu
diambil.
Adapun metode yang dalam bahasa
arabnya (منهج atau طريقة ) bermakna “cara”
atau “jalan”. Maksudnya adalah cara atau jalan untuk melakukan sesuatu baik
dalam hal menemukan, menetapkan, mengkaji atau cara menggali. Karena cara atau
jalan ini berkaitan dengan hukum Islam, maka cara atau jalan tersebut digunakan
untuk menemukan hukum Islam. Cara atau jalan untuk menggali dan menemukan hukum
Allah ini, lazimnya disebut “ushul fikih”, karena ushul fikih sendiri diartikan
sebagai ilmu yang menyajikan berbagai cara atau jalan (kaidah) yang digunakan
untuk menggali dan menemukan hukum Allah tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
teranglah bahwa yang termasuk metode adalah seperti qiyas, istihsan, ‘urf,
mashlahah, istishab, dzari’ah, qaul shahaby, syar’u man qablana, termasuk juga
kaidah-kaidah yang digunakan untuk memahami hukum Allah melalui kajian
kebahasaan nas Alquran dan hadis) dan melalui kajian maqashid asy-syari’ah.
Beberapa hal yang disebutkan di atas hanya berkedudukan sebagai metode dan
bukan sebagai sumber hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan para pakar ushul
fikih zaman klasik. Dikatakan demikian karena beberapa hal itu berfungsi hanya
untuk digunakan atau dipakai untuk menemukan hukum Allah, bukan mencari norma
hukum di dalamnya sebagaimana Alquran dan hadis.
Dengan demikian telah jelas perbedaan
di antara sumber dan metode, sehingga dengan adanya kejelasan ini, kita sebagai
penstudi tidak lagi “latah” menggunakan kedua istilah itu.
Sedangkan dalil yang berasal dari
bahasa Arab (دلّ يدل دليلا، دلاّ، دلالة diartikan
sebagai petunjuk. Maksudnya sesuatu yang memberi petunjuk dan menuntun kita
dalam menemukan hukum Allah. [2] Dikatakan dalam bahasa lain bahwa
dalil sesuatu yang dapat kita gunakan untuk mengarahkan dalam menemukan hukum
Allah atau dapat pula kita gunakan untuk memperkuat hasil galian kita tentang
hukum Allah tersebut.
Dalil ditinjau dari asalnya, dalil ada
dua macam:
1. Dalil Naqli yaitu
dalil-dalil yang berasal dari nas langsung, yaitu Alquran dan Hadis.
2. Dalil aqli, yaitu
dalil-dalil yang berasal bukan dari nas langsung, akan tetapi dengan
menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad.
Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari Alquran dan Al-Sunnah, tetapi prinsip-prinsip umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah.[3]
Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari Alquran dan Al-Sunnah, tetapi prinsip-prinsip umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah.[3]
Berdasarkan pengertian dalil di atas,
maka di sini dapat disimpulkan bahwa dalil adalah suatu petunjuk dalam
menemukan hukum Allah. Dalil ini dapat berupa nas (Alquran dan hadis) dan dapat
pula berupa rasio, logika atau akal yang digunakan untuk menemukan hukum Allah.
Hal ini menunjukkan bahwa dalil memiliki dua makna yang dapat bermakna sebagai sumber
hukum Islam (Alquran dan Hadis) dan dapat pula bermakna sebagai metode
penggalian hukum Allah yang dikaji melalui ilmu ushul fikih. Dengan demikian,
ketika ada orang mengatakan Alquran dan Hadis merupakan dalil dan ilmu ushul
fikih juga disebut sebagai dalil, maka pendapat tersebut benar.
B.
Al-quran sebagai Sumber Hukum Pertama
1. Pengertian
Alquran
Secara etimologis, Alquran adalah
bentuk mashdar dari kata qa-ra-a (قرأ)
se-wazan dengan kata fu’lan (فعلأن), artinya: bacaan; berbicara tentang apa
yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata قران berarti مقرؤ ,
yaitu isim maf’ul objek dari kata قرأ.[4] Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18 yang artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Arti Alquran secara terminology
ditemukan dalam beberapa rumusan defenisi sebagai berikut:
1. Menurut
Syaltut, Alquran adalah; lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw., dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk
kapada (jalan) yang lebih lurus.
2. Al-Syakauni
mengartikan Alquran dengan; Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw., tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir.
3. Dafenisi
Alquran yang dikemukakan Abu Zahrah ialah; Kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad.
4. Menurut
al-Sarkhisi, Alquran adalah; Kitab yang diturunkan kapada Nabi Muhammad Saw.,
ditulis dalam mushaf, diturunkan dengan huruf yang tujuh masyhur dan dinukilkan
secara mutawatir.
5. Al-Amidi
memberi defenisi Alquran; Al-kitab adalah Alquran yang diturunkan.
6. Ibn
Subki mendefenisikan Alquran; lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
mengandung mukzijat setiap suratnya, yang beribadah membacanya.
Dengan menganalisis unsur-unsur setiap
definisi di atas dan membandingkan antara satu definisi dengan lainnya, dapat
ditarik suatu rumusan mengenai definisi Alquran, yaitu; lafaz berbahasa Arab
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang dinukilkan secara mutawatir.[5]
2. Kehujjahan
Al-quran
Tidak ada perselisihan pendapat
diantara kaum muslimin tentang Alquran itu sebagai Argumentasi yang kuat bagi
mereka dan bahwa ia serta hukum-hukum yang wajib ditaati itu datang dari sisi
Allah.
Sebagai bukti bahwa Alquran itu datang
dari sisi Allah ialah ketidaksanggupan orang-orang membuat tandingannya, biar
mereka itu adalah sastrawan sekalipun.
Ketika Rasulullah Saw berada di
Makkah, beliau diperintahkan oleh Allah agar menjelaskan kepada orang banyak
perihal Alquran dan bahwa ia adalah diluar batas kemampuan manusia.
3. Hukum-Hukum
yang terkandung dalam Alquran
Sesuai dengan definisi hukum syara’
sebagaimana telah dijelaskan, hanya sebagian kecil dari ayat-ayat Alquran yang
mengandung hukum, yaitu yang menyangkut perbuatan mukalaf dalam bentuk tuntutan,
pilihan berbuat, dan ketentuan yang diterapkan. Hukum-hukum tersebut mengatur
kehidupan manusia, baik dalam hubungan dengan Allah Swt. Maupun dalam
hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya.
Secara garis besar hukum-hukum dalam
Alquran dapat dibahi tiga macam.
1. Hukum-hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt. Mengenai apa-apa yang harus
diyakini dan yang harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya, seperti
keharusan mengesakan Allah dan larangan mempersekutukan-Nya. Hukum yang
menyangkut keyakinan ini disebut hukum I’tiqadiyah yang dikaji dalam “ilmu
tauhid” atau “ushuluddin”.
2. Hukum-hukum
yang mengatur hubungan pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus
dimiliki dan sifat-sifat buruk yang harus dijauhi dalam kehidupan
bermasyarakat. Hukum dalam bentuk ini disebut hukum khuluqiyah yang kemudian
dikembangkan dalam “ilmu Akhlak”.
3. Hukum-hukum
yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan
dengan Allah SWT., dalam hubungan dengan sesame manusia, dan dalam bentuk
apa-apa yang harus dilakukan atau harus dijauhi. Hukum ini disebut hukum
amaliyah yang pembahasannya dikembangkan “ilmu Akhlak”.
C. Hadis
sebagai Sumber Hukum Kedua
1. Pengertian Hadis
Sunnah atau hadis artinya adalah cara
yang dibiasakan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut istilah bahwa hadis
adalah perkataan Nabi, perbuatannya dan taqrirnya (yakni ucapan dan perbuatan
sahabat yang beliau diamkan dengan arti membenarkannya). Dengan demikian sunnah
Nabi dapat berupa: sunnah Qauliyah (perkataan), Sunnah Fi’liyah (perbuatan),
Sunnah Taqriryah (ketetapan).
2. Macam-macam dan pembagian Hadits
Hadits dapat dibedakan kepada dua macam,
yaitu:
A. Hadits
mutawatir
Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayat
oleh rawi yang banyak dan tidak mungkin mereka mufakat berbuat dusta pada
hadits itu, mengingat banyaknya jumlah mereka.
1) Pembagian
hadits mutawatir
- Mutawatir
lafzi, ialah hadits yang serupa lafaz dan maknanya dari setiap rawi.
- Mutawatir
maknawi, ialah hadits yang berbagai-bagai lafaz dan makna, akan tetapi
didalamnya ada satu bagian yang sama bagian yang sama tujuannya.
b. Hadits
ahad
Hadits ahad ialah hadits yang diriwayatkan
oleh seorang atau lebih tidak kebatasan hadits mutawatir. Hadits ini tidak
sampai kederajat mutawatir yaitu Shahih, hasan, dhaif.
Pembagian hadits ahad:
- Hadits
shahih ialah hadits yang berhubungan sanadnya, diriwayatkan oleh yang adil dan
dhabith dari orang yang seumpanya, terpelihara dari perjanjian bersih dari
cacat yang memburukkan.
- Hadits
hasan ialah hadits yang dihubungkan sanad diriwayatkan oleh orang yang adil
yang kurang dhabitnya, terpelihara dari perjanjian dan bersih dari cacat yang
memburukkan.
- Hadits
dhaif ialah hadits yang kurang satu syarat atau lebih diantara syarat-syarat
hadits shahih dan hasan atau dalam sanadnya ada orang yang bercacat.
3. Kedudukan dan kehujjahan Hadits
Tidak ada perbedaan pendapat jumhur
(ahlusunah wal jama’ah), ulamak tentang hadits Rasul sebagai sumber hukum yang
kedua sesudah Al-qur’an dalam menentukan suatu keputusan hukum, seperti
menghalalkan atau mengharamkan sesuatu. kekuatannya sama dengan Al-Qur’an.
Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam menerima dan mengamalkan apa-apa yang
tercandung di dalamnya selama hadits itu sah dari Rasulullah SAW.
Lain halnya dengan golongan Syiah yang
tidak mengakui semua hadits yang dipandang sah oleh golongan ahlu sunnah sebab
mereka hanya mengakui sahnya suatu hadits atau khabar kalau diriwayatkan oleh
imam-imam dan ahli hadits mereka sendiri. Berbeda dengan ahli zahir mereka
masih dapat menerimanya selama hadits itu sah menurut kriteria ilmu hadits.
4. Hubungan Hadits dan Alquran
Al-hadits didefinisikan oleh pada
umumnya ulama seperti definisi Al-Sunnah sebagai “Segala sesuatu yang
dinisbahkan kepada Muhammad saw., baik ucapan, perbuatan dan taqrir
(ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi
maupun sesudahnya.” Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadis hanya pada
“ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan hukum”; sedangkan bila
mencakup pula perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka
ketiga hal ini mereka namai Al-Sunnah. Pengertian hadis seperti yang
dikemukakan oleh ulama ushul tersebut, dapat dikatakan sebagai bagian dari
wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi kewajiban menaatinya dengan
ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu Al-Quran.
Adapun fungsi As-Sunnah terhadap Alquran ditinjau dari segi penggunaan hujjah
dan pengambilan hukum-hukum syari’at bahwa As-Sunnah itu sebagai sumber hukum
yang sederajat lebih rendah dari Alquran.
Adapun fungsi As-Sunnah./hadis terhadap Alquran dari segi materi hukum yang
terkandung di dalamnya Ada tiga macam, yakni:
a. Menguatkan
(mu’akkid) hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya di dalam
Alquran.
b. Memberikan
keterangan (bayan) terhadap ayat-ayat Alquran.
c. Menciptakan
hukum baru yang tiada terdapat didalam Alquran.
Penutup
Dalil adalah sesuatu yang
diambil daripadanya hokum syara’ mengenai perbuatan manusia. Istilah adillah
al-ahkam dan al-mashadir al-tasyri’iyah lil-ahkam adalah istilah-istilah dengan
makna yang sama yang dalam bahasa Indonesianya sering diterjemahkan dengan
dalil-dalil hukum Islam, dasar-dasar hukum Islam dan suber-sumber hukum
Islam.
Alquran ialah kalam Allah
yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril
sebagai hujjah (argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulanNya dan
sebagai pedoman bagi manusia yang dapat digunakan untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah dengan membacanya. As-sunnah Al-Qauliyah adalah
(hadis) ialah hadis-hadis yang berupa ucapan di dalam berbagai tujuan dan
permasalahan.